Kisah orang yang bekerja pada allah

 Kisah Orang Yang Bekerja Pada Allah




                Diceritakan bahwasanya di baghdad ada orang shaleh yang bernama muhammad bin ishaq ar-rumi r.a. (wafat 672 H). Ia mempunya seorang istri dan beberapa anak.
                Pada suatu tahun, di baghdad terjadi paceklik yang melanda masyarakat. Ibnu rumi (julukannya) dan keluarganya sudah tiga hari tidak menemukan makanan, sehingga semuanya merasakan sangat kelaparan.
                Pada hari keempat, istrinya (sepupunya sendiri) mengutarakan usulan atas apa yang menimpa mereka.
                “Aku dan kamu masih kuat dan sabar menanggung kelaparan seperti ini, akan tetapi bagaimana anak-anak kita yang masih kecil?” kata sang istri.
                “apakah engkau tahu pekerjaan apa yang harus aku lakukan?” tanya ibnu rumi.
                “Iya, aku tahu. Pergilah engkau ke pasar tempat pangkalan para ahli bangunan. Bila ada yang membutuhkanmu maka bekerjalah, imbalan setengah dirham saja aku rasa sudah cukup untuk memberi makan anak-anak kita. Demi rasa cinta dan hormatku padamu.”
                “baik, akan aku lakukan itu.”
                Kemudian ia mengambil cangkul dan keranjang, keluar dari rumah dan pergi menuju pasar. Di tengah perjalanan, dia menemukan sebuah masjid yang sudah tidak terpakai. Dia masuk ke dalam masjid dan berjanji kepada allah SWT.
                “demi kemuliaan dan keagunganmu, ya allah. Aku tidak akan bekerja pada hari ini, kecuali bekerja padamu.” Ucapnya.
                Kemudian ia shalat dengan menggunakan wudlu’ shalat shubuh. Tak henti-hentinya ia melakukan ruku’ dan sujud seharian penuh. Dalam shalatnya itu, ia membaca surat al-ikhlas sebanyak  11.000 kali.
                Waktu maghrib pun tiba, ia melakukan shalat maghrib dan bertujuan pulang, akan tetapi muncul bisikan dalam hatinya.
                “bagaimana aku mau pulang saat ini, dan apa yang akan aku katakan pada mereka bila mereka bertanya tentang hasil pekerjaanku? Demi kemuliaan dan keagunganmu, ya allah. Aku tidak akan keluar dari masjid ini hingga aku melakukan shalat isya’.”
                Tak henti-hentinya ia ruku’ dan sujud hingga waktu isya’ pun tiba. Setelah melakukan shalat isya’, ia keluar dan pulang menuju rumah.
                Sampai di depan pintu, ia mendengar suara tawa yang keras, sehingga ia mengira ada sesuatu yang tidak baik.
                “inna lillahi wa inna ilaihi raji’un! Aku telah meninggalkan anak dan istriku dalam kondisi sangat kelaparan. Mengapa ada suara tawa yang sangat keras? Jangan-jangan sesuatu telah terjadi pada mereka.” Gumamnya seraya menangis sejadi-jadinya kemudian mengetuk pintu.
                “Ahlan wa sahlan.” Ucap sang istri seraya membuka pintu.
                Dia melihat istrinya tampak riang dan gembira.
                “Tiada harimu melainkan hari yang berkah. Mudah-mudahan allah membuat perutmu kenyang, seperti halnya engkau membuat kami kenyang.” Kata sang istri.
                Ia kemudian masuk rumah. Tiba-tiba melihat cahaya yang amat terang. Ia melihat dua hidangan yang sangat banyak tertutup dengan taplak meja yang sangat indah.
                “Hidangan apa ini?”
                “Wahai suamiku, pada waktu matahari terbenam aku duduk dan merasakan sangat kelaparan. Sedangkan anak-anak kita hampir direnggut kematian. Tiba-tiba ada seseorang yang mengetuk pintu. Aku berdiri dan membukanya. Ternyata ada seorang anak muda yang mengenakan pakaian hijau bersama dua orang lelaki yang membawa dua bingkisan hidangan.
                “Wahai wanita muda! Apakah ini rumah ibnu rumi?” tanyanya.
                “iya.”
                “ini adalah kantong yang berisi 100.000 dinar. Serahkan pada suamimu dan katakan padanya : majikanmu mengirim salam padamu dan mengatakan : tambahlah pekerjaanmu, aku akan menambah ongkosmu. Dan inilah makan malam suamimu.”
                “Bingkisan itu aku terima, kemudian ia kembali. Aku masuk rumah dan membuka dua bingkisan tersebut. Dari dalam bingkisan, aku menemukan makanan enak, roti yang banyak dan kenikmatan yang teramat banyak. Aku belum pernah merasakan makanan seperti itu. Demi allah, wahai suamiku, kepada siapa engkau bekerja pada hari ini?” lanjut istrinya.
                “Aku bekerja Kepada seorang raja yang amat dermawan, tak ada yang menandingi kedermawanannya. Aku hanya mengerjakan sedikit pekerjaan di sisinya, tapi ia memberiku imbalan yang sangat banyak.” Jawab ibnu rumi.
                “Wahai suamiku, aku dan anak-anak sudah makan. Maka makanlah kemudian tidur!”
                “Aku masih punya tanggungan shalat. Setelah shalat aku akan tidur.”
                Kemudian ia masuk mihrab, tak henti-hentinya ia ruku’ dan sujud sampai lewat tengah malam. Ia tidak mampu menahan rasa kantuk dan akhirnya tertidur. Dalam tidurnya, ia bermimpi seolah-olah sedang bersimpuh di hadapan allah dan berdialog dengannya.
                “Wahai ibnu rumi! Bagaimana hubungan kerjamu denganku?”
                “hubungan kerja yang sangat baik.” Jawab ibnu rumi.
                “Wahai ibnu rumi! Aku tingkatkan derajatmu 10.000 derajat. Aku tetapkan 10.000 kebaikan untukmu. Aku hapus 10.000 kesalahanmu. Apakah engkau sudah merasa senang?”
                “Iya wahai tuhanku, aku merasa sangat senang.” Jawabnya.
                “Wahai ibnu rumi! Mintalah padaku apa yang kau inginkan, pasti akan aku berikan.”
                “Wahai tuhanku, aku mohon padamu agar kau menerima apa yang kulakukan hari ini dan hari-hari sebelumnya. Dan aku mohon agar engkau segera mencabut nyawaku supaya aku dapat bertemu denganmu.”
                “sesungguhnya akulah yang menentukannya, aku tidak akan menambah ajal dan juga tidak menguranginya. Aku beritahukan padamu bahwa hidupmu tinggal sembilan hari lagi.”
                “Wahai tuhanku, jagalah diriku, hingga aku bisa meninggal dalam keadaan islam.”
                “Aku akan menjagamu.”
                “Wahai tuhanku, demi kemuliaanmu, sungguh aku akan menambah amalku.”
                “Demi kemuliaan dan keagunganku, aku akan memberimu suatu pemberian, yaitu bebas dari api neraka dan berada di sampingku di surga.”
                Kemudian ia terbangun dan menceritakan mimpinya kepada istrinya. Istrinya merasa sangat susah atas mimpi itu. Kemudian ia membeli sebuah tempat tinggal untuk anak dan istrinya serta membeli budak untuk melayani mereka.
                Di hari yang kesembilan, ia pamit kepada kawan-kawan dan keluarganya. Lalu ia masuk mihrab dan melakukan shalat disana, Kemudian menghadapkan wajahnya ke kiblat sampai ia menemui ajalnya dan bertemu dengan allah lantaran rahmatnya.

NB : ini adalah sebagian keutamaan memperbanyak membaca surat al-ikhlas.

Komentar